Meski tinggal dan berdarah asli Jawa Timur, kota Jember tidak pernah ada di list destinasi wisataku. Kenal dengan namanya sudah lama, tapi secara khusus melirik Jember sebagai tujuan travelling..sepertinya sejak crush-ku zaman kuliah pernah berfoto di pantai Papuma.
Asek asek.
Waktu itu cuma bisa ber'wah' ria dengan keeksotisan gugusan batu yang belum pernah kuliat di laut-laut lain. Jadilah, aku berdoa suatu saat bisa nyampe dan berfoto sepuasnya disana.
Sisi kiri pantai Papuma |
Sekian tahun kemudian, rupanya aku diantarkan juga ke tanah Jember; kota yang masih sangat asri, dan tidak bising. Menelusuri sudut kotanya seperti pulang ke rumah. Jalanan protokol Jember juga relatif tidak terlalu ramai. Tapi meski terlihat sederhana, di pusat kota sudah berdiri beberapa mall seperti Transmart dan Roxy.
Waktu tempuh ke Jember sendiri sekitar 3-4 jam dari Surabaya, kalau menggunakan mobil atau bus. Katanya sih, durasi segitu sudah yang paling cepat, gara-gara sudah ada tol Surabaya-Probolinggo yang masih kelihatan kalau baru hahaha. 1-2 jam saja di tol, lalu tembus ke daerah Leces, Probolinggo (cmiiw), dan tinggal melanjutkan sisa perjalanan yang nantinya akan melewati kota Lumajang.
Selain dua moda transportasi diatas, Jember juga bisa dicapai dengan kereta serta pesawat. Ada beberapa stasiun tujuan, dan hanya berkisar 2-3 jam dari Surabaya. Bandara di Jember minimalis, dan katanya melayani rute tertentu saja.
Salah satu spot view sungai |
Nah, yang bikin Jember menjadi unforgettable adalah, kelokan sungai panjang yang membentang dari Lumajang. Aslik!. Pertama kali lihat langsung jatuh cinta. Arusnya syahdu, kanan-kirinya sejuk dipenuhi pepohonan. Sudah langsung bisa dinikmati di depan mata karena doi persis bersebelahan dengan jalan lintas kota!
Apalagi pas dikasih tahu kalo sungai panjang itu ternyata buatan pemirsah! Iya, buatan. Peninggalan zaman Belanda. Katanya dibangun dengan tujuan irigasi, dan nggak pernah kering sepanjang tahun. Panjang-lebar dan arusnya pun seperti stagnan, jadi kayak diukur secara presisi untuk berbagai medan.
Setiap lewat, aku selalu takjub. Mbikin adem bahkan dengan hanya memandangi lanskapnya. Jadi nggak bosen selama menempuh perjalanan.
Beberapa kali ke Jember, aku berkesempatan berwisata ke dua tempat; Pantai Papuma dan Kebun Cokelat. Nah, postingan kali ini secara khusus bahas destinasi pertama dulu. Hayu mariii...
Pantai Papuma
Papuma rupanya jauh dari kota.
Sisi kanan pantai dan beberapa pengunjung |
Aku bahkan tertidur di tengah perjalanan, dan terbangun saat mobil sudah memasuki wilayah sekitar pantai. Ada satu dua pantai dengan nama berbeda, tapi untuk menuju Papuma harus 'naik gunung' dulu. Seperti lagu Ninja Hattori. Mendaki gunung, lewati lembah. Banyak monyet-monyet, dan pepohonan~~
Bukan liriknya, woi.
Papuma; tampak muka |
Kesanku pertama kali: Pantai ini eksotis.
Saat mobil perlahan menuruni jalan curam, udara sejuk dan aroma asin air laut segera tercium. Dari kejauhan, satu dua gugusan batu besar sudah terlihat. Dan meski langit sedang mendung dan hujan turun tipis-tipis, pesisir pantai masih ramai dengan pelancong.
Lazimnya tempat wisata, banyak warung-warung lokal di sekitar pantai. Ada pula yang menjajakan tikar plastik sebagai alas duduk. Perahu-perahu nelayan ditambat dengan tali panjang ke darat. Beberapa orang menjulurkan tali pancingan.
Aku yang sudah senang dengan tiba di tempat ini saja, langsung melepas sandal dan menyusuri pasirnya. Foto-foto, rekam video, yah meski kurang cerah sih karena mendung.
Gugusan batu |
Yang nggak kuprediksi soal pantai Papuma adalah ombaknya, pemirsah.
Deburan ombaknya gede. Bahkan batas air yang paling dekat dengan daratan saja sudah lumayan dalam. Dan kalau menyapu pasir, bisa sampai beberapa meter jauhnya. Jadi, nggak bisa dekat-dekat dan main-main air santai.
Entah ini terjadi di musim tertentu, atau sepanjang tahun.
Tapi, menariknya. Beberapa pengunjung justru tidak menjadikan deburan tinggi ombak sebagai sesuatu yang mengganggu. Satu-dua anak muda di salah satu sudut pantai tertawa-tawa menuju laut, lantas berlari sekencang mungkin ke tepian ketika gulungan ombak datang menghambur.
Lain pengunjung, lain pula nelayan. Beberapa dari mereka berhati-hati berenang sambil mengusung buntalan--yang aku tidak tahu isinya--. Perjuangan yang membutuhkan kesabaran, sebab beberapa kali kulihat mereka terombang-ambing diguncang ombak.
Aku yang tidak memutuskan untuk berbasah-basahan ria, hanya menonton dari tepi. Ikut tergelak saat para pemuda tadi justru basah kuyup, telat menghindar.
Mengesankan.
Beberapa menit lagi, setelah membeli sosis bakar di salah satu warung tepi pantai, aku (kami) beranjak pulang. Lezatnya trio sosis-saus sambal-mayones; gugusan batu besar yang semakin terlihat jelas; dan seperempat baju--yang akhirnya--basah juga karena bermain ombak, membuatku kembali dengan senyum terkembang.
Satu wishlist-ku sudah tercentang sempurna.
Pengen kesanaaaaaaa
BalasHapusCuussss 😃
Hapus🥰🥰🥰😍😍😍
BalasHapus😚😚
HapusHai kak, salam dari lumajang ehee
BalasHapusBagus banget emang papuma kak apalagi kalo bisa foto2 di spot atas yang bisa ngelihatin pemandangan lautnya itu bikin pengen kesana terus meski berkali2 ga bosenin 😊
Oh iya kak dilumajang juga banyak destinasi wisata ang masih alami loo kuy maen2 🤗
Halo Uswa!
HapusWah, terimakasih buat komen dan sarannya ya. Semoga kapan2 aku bisa eksplor Lumajang juga 🥰